Kerapan Sapi, Apa itu?

Kerapan Sapi telah menjadi kebudayaan orang Madura sejak jaman dahulu. Kebiasaan memacu binatang peliharaan di arena memang sudah menjadi kegemaran penduduk Madura sejak dahulu kala. Di sapi1Madura tidak hanya hewan peliharaan sapi yang diadu cepat, tetapi juga kerbau seperti yang terdapat di Pulau Kangean. Adu cepat kerbau itu disebut “mamajir”. Sapi atau kerbau yang adu cepat itu, dikendarai oleh seorang joki yang disebut tukang tongko. Tukang tongko tersebut berdiri di atas “kaleles” yang ditarik oleh sapi atau kerbau pacuan.

Pengertian dan Asal Mula Kerapan Sapi

Bagi orang Madura, pengertian kata kerapan adalah adu pacu sapi memakai kaleles. Perkaitan kerapan diartikan sebagai adu/pacuan sapi karena pacuan binatang lain seperti kerbau tidak disebut kerapan, tetapi mamajir. Oleh sebab itu tidak pernah dikenal istilah kerapan kerbau.

Kata Kerapan berasal dari kata Kerap atau Kirap yang artinya berangkat dan dilepas bersama-sama atau berbondong-bondong. Ada pula anggapan lain yang menyebutkan bahwa kata kerapan berasal dari bahasa Arab “kirabah” yang berarti persahabatan. Dalam pengertiannya yang umum sekarang kerapan adalah suatu atraksi lomba kecepatan sapi yang dikendarai oleh joki dengan menggunakan kaleles.

Ada dugaan bahwa kerapan sapi sudah ada di Madura sejak abad ke 14. Disebutkan ada seorang kyai bernama Kyai Pratanu pada jaman dulu yang telah memanfaatkan kerapan sapi sebagai sarana untuk mengadakan penjelasan tentang agama Islam. Oleh sebab itu ajaran-ajarannya yang filosofis dihubungkan dengan posisi sapi kanan (panglowar) dan sapi kiri (pangdalem) yang harus berjalan seimbang agar jalannya tetap “lurus”, agar manusia pun dapat berjalan lurus.

Cerita lain mengatakan, pada abad ke-14 di Sapudi memerintahkan Panembahan Wlingi. Ia banyak berjasa dalam menanamkan cara-cara berternak sapi yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya, Adi Poday. Sang putra lama mengembara di Madura daratan dan ia memanfaatkan pengalamannya di bidang pertanian di Pulau Sapudi sehingga pertanian semakin maju.

Karena pertanian sangat maju pesat, maka dalam menggarap lahan itu para petani seringkali berlomba-lomba untuk menyelesaikan perkerjaannya. Kesibukan berlomba-lomba untuk menyelesaikan pekerjaan itu akhirnya menimbulkan semacam olahraga atau lomba adu cepat yang disebut karapan sapi.

sapi2

Berbagai macam “Kerapan Sapi”

Di Madura dijumpai beberapa macam “kerapan sapi” yang memberikan klasifikasi kepada jenis dan kategori peserta karapan tersebut. Berbagai macam karapan sapi itu adalah sebagai berikut:

  • Kerap Keni’ (Kerapan Kecil)
  • Kerap Rajha (Kerapan Besar)
  • Kerap Onjhangan (Kerapan Undangan)
  • Kerap Karesidenen (kerapan tingkat keresidenan)
  • Kerap jhar-ajharan (kerapan latihan)

Persyaratan sapi-kerap tidaklah banyak, asalkan sapinya kuat dan diberi makanan yang cukup, dilatih lari, dipertandingkan dan diiringi dengan musik saronen. Konon beberapa pemilik sapi-kerap juga melengkapi kehebatan sapinya dengan menggunakan mantra-mantra serta sajian tertentu. Sesungguhnya hal ini tidak dibenarkan dalam aturan sebuah lomba atau kerapan.

Keberadaan tradisi ini pada masa kini

Sampai saat ini, kerapan sapi masih sering di gelar setiap tahun pada bulan Agustus atau September, dan akan di lombakan lagi pada final di akhir bulan September atau October.

Selain merupakan ajang pesta rakyat dan tradisi yang prestis dan bisa mengangkat status sosial seseorang, kerapan dilaksanakan setelah sukses menuai hasil panen padi atau tembakau. Untuk saat ini, selain sebagai ajang yang membanggakan, kerapan sapi juga memiliki peran di berbagai bidang. Misal di bidang ekonomi, yaitu sebagai kesempatan bagi masyarakat untuk berjualan, peran magis religious; misal adanya perhitungan-perhitungan tertentu bagi pemilik sapi sebelum bertanding dan adanya mantra-mantra tertentu. Terdapat seorang ‘dukun’ yang akan ‘mengusahakan’nya. Pada setiap tim pasti memiliki seorang ‘dukun’ sebagai tim ahli untuk memenangkan perlombaan.